MANADO, PRONews5.com– Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Utara, Fanny Loupati yang akrab disapa Maemossa, mengaku sempat gugup saat menerima penyambutan adat khas Bolaang Mongondow dalam pembukaan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) PWI Kota Kotamobagu, Rabu, 28 Mei 2025.
Bukan tanpa alasan. Penyambutan menggunakan Tarian Tuitan dan Tari Kabela, dua tarian tradisional sarat makna, memberikan kesan istimewa layaknya tamu kehormatan negara.
“Saya sempat terdiam. Rasanya seperti disambut sebagai Gubernur,” ucap Maemossa sembari tersenyum saat diwawancarai PRONews5.com, Sabtu (31/5/2025), di Manado.
Rakerda kali ini memang berbeda. Alih-alih hanya dibuka dengan seremonial biasa, panitia menghadirkan unsur budaya lokal melalui Tarian Tuitan, yang dikenal melambangkan keberanian dan persatuan, serta Tari Kabela yang merupakan simbol penghormatan dan keramahan masyarakat Bolaang Mongondow terhadap tamu agung.
Penampilan memukau dari para penari tradisional membuat suasana pembukaan menjadi semarak dan penuh nuansa adat.
Bahkan beberapa tamu undangan mengaku baru pertama kali melihat PWI menyuguhkan pembukaan sebudaya ini.
Menurut Maemossa, momen ini bukan hanya soal rapat kerja. “Ini lebih dari sekadar menyusun program tahunan.
Ini adalah panggung solidaritas, identitas, dan kecintaan terhadap warisan budaya lokal,” tuturnya.
Ia pun menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia dan anggota PWI Kotamobagu atas kekompakan dan inisiatif luar biasa.
“PWI Kotamobagu telah menunjukkan jati dirinya: profesional, solid, dan berakar pada kearifan lokal.”
Tarian Tuitan biasanya ditarikan dalam jumlah ganjil oleh sekelompok penari laki-laki menggunakan tongkat dan perisai, menggambarkan semangat juang dan ketangguhan.
Sedangkan Tari Kabela merupakan tarian penjemputan tamu yang identik dengan simbol “kabela” — kotak kecil berisi sirih pinang, yang kini diisi bunga sebagai simbol penyambutan yang lebih modern.
Kehadiran kedua tarian ini dalam kegiatan resmi organisasi menjadi pesan kuat bahwa budaya dan profesi bisa berjalan beriringan.
Dengan semangat kebudayaan dan kekompakan organisasi, Rakerda PWI Kota Kotamobagu 2025 bukan sekadar rapat tahunan. Ia berubah menjadi ajang pertemuan yang inspiratif dan menyentuh.
“Kadang bukan hanya isi agendanya yang penting, tapi bagaimana kita memulai semuanya — dengan rasa hormat, kebersamaan, dan cinta pada budaya sendiri,” tutup Maemossa.
[**/ARP]