JAKARTA, PRONews5.com– Polemik terkait pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di sejumlah provinsi semakin memanas setelah beredar narasi yang memelintir putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam perkara nomor 591/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst.

Menanggapi informasi yang menyimpang tersebut, Ketua PWI Jaya, Kesit Budi Handoyo, menegaskan bahwa PWI Jaya tetap eksis dan solid dalam menjalankan roda organisasi.

Ia memastikan bahwa seluruh program kerja berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada gangguan dari isu-isu yang berkembang.

“Roda organisasi tetap berjalan dengan baik. Kita sudah mencanangkan berbagai program kerja atau kegiatan, dan sejauh ini semua berjalan sesuai koridornya,” ujar Kesit Budi Handoyo saat dihubungi media ini, Sabtu (8/3/2025).

Kesit Budi Handoyo, yang juga dikenal sebagai komentator sepak bola terkemuka, telah menerima laporan dari Sekretaris Umum PWI Jaya, Arman Suparman, serta Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Jaya, Dr. Yusuf Ms.

Laporan tersebut mengklarifikasi bahwa PN Jakarta Pusat tidak memutus substansi pokok perkara dalam putusan yang dikeluarkan pada 18 Februari 2025.

“Putusan nomor 591/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst. dengan amar putusan mengabulkan eksepsi tergugat dan menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini, bukanlah putusan yang menyentuh substansi perkara yang dipersoalkan,” tegas Dr. Yusuf Ms, mengutip pernyataan kuasa hukumnya, Yasin Arsjad.

Lebih lanjut, Yusuf Ms menyayangkan munculnya pemberitaan yang menyebutkan bahwa putusan tersebut berujung pada pembekuan PWI Jaya, sebagaimana dikesankan oleh Untung Kurniadi, yang mengatasnamakan kuasa hukum PWI Pusat.

Ia menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk kebohongan publik.

“Itu berita salah atau ada pelintiran dari narasumber, karena semua advokat memahami bahwa eksepsi adalah putusan yang belum masuk ke pokok perkara,” jelas Yusuf Ms, kembali mengutip pernyataan Yasin Arsjad.

Dalam sistem hukum perdata, putusan eksepsi terdiri dari kompetensi absolut dan kompetensi relatif.

Kompetensi absolut berhubungan dengan kewenangan peradilan atas objek perkara, sedangkan kompetensi relatif terkait dengan wilayah hukum tempat perkara diperiksa.

Pada kasus ini, saat gugatan didaftarkan, alamat yang digunakan adalah kantor PWI di Lantai 4 Gedung Kebon Sirih.

Namun, saat proses berjalan, alamat tersebut berubah. Hal ini memberikan ruang bagi tergugat untuk mengajukan eksepsi, yang akhirnya dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat.

“Jika alamatnya sudah pindah dan tidak lagi di wilayah hukum PN Jakarta Pusat, maka pengadilan berhak meminta perbaikan terkait yurisdiksi,” jelas Yusuf Ms.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa putusan eksepsi bukanlah putusan atas pokok perkara.

Oleh sebab itu, menyimpulkan bahwa PWI Jaya dibekukan akibat putusan ini adalah kesalahan besar dan upaya pembodohan publik.

Majelis Hakim PN Jakarta Pusat, yang diketuai Dennie Arsan Fatrika dengan anggota Saptono serta Zulkifli Atjo, dalam putusan perkara 591/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst, menyatakan tiga hal:

  1. Mengabulkan eksepsi/keberatan tergugat.
  2. Menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini.
  3. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara.

“Dengan demikian, masih terlalu prematur jika menyatakan bahwa putusan ini berarti pembekuan PWI Jaya. Itu tidak benar,” tegas Yusuf Ms.

Menurutnya, putusan tersebut harus ditelaah lebih dalam. Saat ini, pertimbangan hakim asli belum keluar—yang baru tersedia hanya nomor putusan dan amar putusan.

Oleh karena itu, masih terlalu dini bagi pihak-pihak tertentu untuk memelintir fakta hukum sesuai dengan kepentingannya.

Sekretaris Umum PWI Jaya, Arman Suparman, menambahkan bahwa amar putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat harus dibaca dengan cermat dan jernih, agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru.

“Majelis Hakim menyatakan bahwa PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini karena masuk dalam ranah kewenangan internal organisasi,” ujar Arman.

“Jika berbicara soal kompetensi absolut, maka ini adalah perkara yang harus diselesaikan secara internal organisasi, bukan di pengadilan,” lanjutnya.

Dengan putusan ini, PN Jakarta Pusat secara tegas menyatakan bahwa penyelesaian perkara harus dilakukan dalam ranah organisasi PWI, sesuai dengan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) serta Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI.

Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa putusan PN Jakarta Pusat tidak membekukan PWI Jaya.

Justru, putusan ini menegaskan bahwa penyelesaian konflik di tubuh organisasi harus diselesaikan secara internal.

PWI Jaya, di bawah kepemimpinan Kesit Budi Handoyo, tetap berjalan solid dan profesional.

Segala upaya pemelintiran informasi yang mengesankan sebaliknya adalah bentuk kesalahan interpretasi hukum atau kesengajaan untuk menciptakan opini menyesatkan.

“Kami tetap berjalan sesuai aturan dan program kerja tetap terlaksana. Tidak ada yang berubah, tidak ada yang dibekukan,” pungkas Kesit Budi Handoyo.

[**/ARP]