JAKARTA- Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Anetta Komarudin, menyoroti kasus peredaran uang palsu di Sulawesi Selatan yang mencakup pemalsuan mata uang rupiah, mata uang asing, serta surat berharga dengan nilai fantastis, mencapai ratusan triliun rupiah.
Ia mendesak Bank Indonesia (BI) dan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) untuk memperketat keamanan pencetakan uang guna mencegah kasus serupa di masa depan.
“Dalam kunjungan ke Peruri, kami ingin melihat langsung proses pencetakan uang dan mempertanyakan bagaimana kasus ini bisa terjadi, mengingat yang dipalsukan bukan hanya rupiah, tetapi juga mata uang asing dan surat berharga dalam jumlah besar,” ujar Puteri di Karawang, Jawa Barat, Kamis (30/1/2025).
Pemalsuan Uang dengan Kualitas Rendah, tapi Beredar Luas
Puteri mengungkapkan bahwa bahan baku yang digunakan oleh para pemalsu memiliki kualitas yang jauh di bawah standar Peruri. Namun, minimnya pemahaman masyarakat tentang ciri-ciri uang asli, ditambah dengan strategi pemalsu yang menyelipkan uang palsu di antara uang asli, membuat peredarannya semakin luas.
Jumlah pasti uang palsu yang telah beredar masih dalam tahap investigasi kepolisian. Sementara itu, DPR RI mendesak BI dan Peruri untuk meningkatkan keamanan pencetakan uang, termasuk mempertimbangkan penggunaan bahan baku yang lebih sulit dipalsukan.
“Kami meminta peningkatan keamanan bahan baku, sekaligus mendorong penggunaan kertas ramah lingkungan agar sejalan dengan prinsip keberlanjutan,” kata Puteri.
Dorongan Penguatan Komponen Dalam Negeri dan Digitalisasi
Selain peningkatan keamanan, Puteri juga menekankan pentingnya peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam produksi uang.
Menurutnya, konflik global telah mengganggu pasokan bahan baku impor, sehingga produksi dalam negeri harus diperkuat agar Indonesia tidak bergantung pada pasokan luar negeri dan sekaligus memperkuat ekonomi nasional.
Sebagai langkah pencegahan lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya edukasi masyarakat dalam mengenali uang palsu serta percepatan digitalisasi sistem pembayaran guna mengurangi risiko pemalsuan.
“Pengawasan harus diperketat sambil mengedukasi masyarakat dan mempercepat sistem pembayaran digital agar kasus serupa tidak terulang,” pungkasnya.
[**/GR]