PRONEWS|GORONTALO- Sebuah penemuan luar biasa terjadi di Desa Imana, Kecamatan Atinggola, Kabupaten Gorontalo Utara, pada Kamis sore (16/1/2025).

Seekor ikan purba coelacanth (Latimeria menadoensis), yang dikenal sebagai fosil hidup, ditemukan oleh seorang nelayan setempat, Pak Oscar Kaluku (53).

Penemuan ini hampir saja berujung tragis karena ikan tersebut awalnya akan dibuang oleh warga yang tidak menyadari nilai ilmiah dan ekologisnya.

Kisah penyelamatan ikan ini dimulai ketika Ruslan Manopo, seorang warga Desa Imana, memposting penemuan tersebut di media sosial Facebook.

Informasi ini kemudian dilihat oleh jurnalis Adrianus Pusungunaung, yang segera menghubungi Ruslan untuk memastikan kebenarannya.

Setelah mendapat konfirmasi, Adrianus melaporkan penemuan ini kepada Prof. Dr. Ir. Alex Kawilarang Warouw Masengi, MSc., seorang peneliti senior coelacanth dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado.

Prof. Alex segera meminta Adrianus untuk memastikan ikan tersebut tidak dibuang atau dipotong-potong.

Dengan cepat, Adrianus menghubungi warga dan meminta mereka menyimpan ikan itu dalam kondisi beku menggunakan es balok agar tetap terjaga untuk penelitian lebih lanjut.

Tim peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unsrat, yang dipimpin oleh Prof. Alex, langsung bergerak ke lokasi setelah berkoordinasi dengan PLT Dekan FPIK, Prof. Dr. Roike Iwan Montolalu, SPi., MSc.

Setelah perjalanan selama tujuh jam, tim akhirnya tiba di Atinggola dan memastikan bahwa ikan tersebut adalah Indonesian coelacanth, spesies ikan purba yang dilindungi dunia.

Berdasarkan wawancara dengan Pak Oscar, ikan ini pertama kali terlihat di permukaan laut pada pukul 16.00 WITA.

Ikan tersebut terlilit rumput laut dan mendekati perahu Pak Oscar hingga empat kali.

Awalnya, Pak Oscar mengira ikan tersebut adalah kura-kura karena bentuk tubuhnya yang unik.

Dengan bantuan alat pengait (ganco), ia berhasil mengangkat ikan ke atas perahu dan membawanya pulang.

Namun, luka akibat pengait tersebut, ditambah perbedaan suhu, menyebabkan ikan ini mati tak lama setelah sampai di daratan.

Menurut Prof. Alex, kejadian ini sangat tidak biasa karena ikan coelacanth umumnya hidup di kedalaman 150-500 meter dan jarang sekali naik ke permukaan.

Dugaan sementara menunjukkan bahwa ikan betina ini sedang hamil, terlihat dari ukuran perutnya yang besar.

Dugaan ini diperkuat melalui video call dengan sejumlah peneliti internasional, termasuk Prof. Kerry Sink dari Afrika Selatan dan Dr. Masamitsu Iwata dari Jepang.

Peneliti Ixchel F. Mandagi dari FPIK Unsrat menambahkan, ini adalah spesimen ke-9 yang ditemukan di Indonesia.

Berat ikan ini sekitar 40 kilogram dengan panjang total 127 cm dan tinggi 41 cm.

Penemuan ini memiliki nilai ilmiah yang sangat tinggi, terutama untuk memahami biologi reproduksi dan ekologi coelacanth.

Untuk menjaga kesegaran spesimen, tim berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Prof. Yutaka Takeuchi dari Kanazawa University, Jepang, untuk menyimpan ikan ini di fasilitas penyimpanan dengan suhu -80°C.

Penelitian lanjutan juga direncanakan melibatkan peneliti internasional dan nasional, seperti BRIN dan Tokyo University of Marine Science and Technology.

Selain itu, Prof. Alex menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat dan nelayan setempat agar tidak secara sengaja menangkap ikan coelacanth, yang termasuk dalam daftar Appendix I CITES sebagai spesies yang dilindungi.

Penemuan ini membuka peluang baru untuk penelitian mendalam tentang coelacanth, yang telah bertahan selama lebih dari 400 juta tahun.

Keberhasilan menyelamatkan spesimen ini juga menjadi bukti pentingnya sinergi antara masyarakat, jurnalis, dan ilmuwan dalam melestarikan kekayaan hayati Indonesia.

“Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk memastikan bahwa ikan purba ini tidak punah.

Penemuan ini memberi kita peluang untuk mempelajari lebih dalam tentang kehidupan fosil hidup ini dan menjaga ekosistem laut kita,” ujar Prof. Alex Masengi.

[**/RED]