TOMOHON- Proyek rekonstruksi jalan Lehendong 1 di Kota Tomohon yang dikerjakan oleh CV. Touliang Jaya dengan nilai kontrak Rp 5,38 miliar, tengah menjadi sorotan.
Proyek ini diduga merusak lingkungan dan mengganggu sumber mata air bersih yang telah digunakan oleh warga setempat selama puluhan tahun.
Kontroversi mencuat ketika Pejabat Pembuat Komitmen (PPKOM), Herry Tumurang, mengeluarkan pernyataan yang dinilai tidak tepat dalam menanggapi pemberitaan terkait proyek tersebut.
Alih-alih menggunakan hak jawab yang diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), Herry justru menyalahkan wartawan yang memberitakan dugaan kerusakan tersebut.
Dalam sebuah grup WhatsApp bernama “Tomohon Hari Ini”, Herry Tumurang menulis, “Tidak ada bak yang rusak, hanya pipa, dan itupun sudah diperbaiki beberapa waktu lalu.”
Lebih lanjut, ia secara terbuka mengundang wartawan untuk turun langsung ke lokasi proyek, menunjukkan ketidakterimaannya atas pemberitaan yang disampaikan oleh KoranManado.id.
“Supaya jelas besok torang baku dapa, skalian ke lokasi, torang buktikan sama-sama. Ok.. kita tunggu jam 8 pagi di lokasi,” tegas Herry Tumurang dalam pesannya pada Minggu (11/8/2024) sore.
Pernyataan tersebut menimbulkan keberatan dari sejumlah wartawan.
Wartawan Adrianus Pusungunaung dan Donald Taliwongso, Mereka menilai Herry Tumurang, yang merupakan anak buah dari Kepala Dinas PUPR Tomohon Royke Tangkawarouw, tidak memahami prosedur hak jawab yang seharusnya digunakan jika merasa dirugikan oleh pemberitaan.
Wartawan menyayangkan sikap Herry yang lebih memilih konfrontasi daripada menempuh jalur resmi untuk memberikan klarifikasi.
Sebelumnya, proyek yang didanai dari APBD Kota Tomohon (DAK) tahun anggaran 2024 ini dilaporkan oleh warga Lahendong, Kecamatan Tomohon Selatan, karena dianggap merusak lingkungan dan mengganggu sumber mata air yang menjadi andalan mereka.
Warga mengeluhkan bahwa aktivitas proyek telah membuat mata air mereka menjadi keruh dan tidak layak dikonsumsi.
“Air bersih yang kami konsumsi kini menjadi keruh dan tidak layak diminum. Dua bak penampung air yang dibangun sejak tahun 1970-an dan 1980-an juga rusak,” ungkap Yutje Pantow, Rudy Wungow, Luciana Taroreh, dan Syeni Wungow, warga setempat.
Warga yang lain juga meminta aparat penegak hukum, khususnya Kapolda Sulawesi Utara Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, untuk turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran lingkungan yang terjadi akibat proyek ini.
Tindakan Herry Tumurang yang mengabaikan mekanisme hak jawab dan lebih memilih untuk menantang wartawan ke lokasi proyek menimbulkan pertanyaan tentang pemahaman dan keseriusan pihak terkait dalam menangani isu-isu yang menyangkut kepentingan publik.
Masyarakat berharap agar kasus ini segera mendapat perhatian serius dari pihak berwenang, sehingga solusi yang adil dan tepat dapat segera ditemukan.
[**/IND]